EMPAT
PINTU MASUK MAKSIAT
Sebagian
besar maksiat itu terjadi pada seorang hamba melalui empat pintu. Barang siapa
yang bisa menjaga empat pintu tesebut maka berarti dia telah menyelamatkan
agamanya. Adapun empat pintu yang dimaksud adalah :
1.
Al-Lahazhat
(Pandangan pertama)
Yang satu ini bisa dikatakan
sebagai "provokator" syahwat atau utusan syahwat. Oleh karenanya,
menjaga pandangan merupakan pokok dalam menjaga kemaluan, maka barang siapa
yang melepaskan pandangannya tanpa kendali niscaya dia akan menjerumuskan dirinya
sendiri pada jurang kebinasaan. Di dalam Musnad Imam Ahmad diriwayatkan dari
Rasulullah : "Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah
iblis. Maka barang siapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang
wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan
sampai hari kiamat". Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang
menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak,
kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang
melairkan syahwat. dan dari syahwat itu akan timbullah keinginan. Kemudian
keinginan itu menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa
yang tadinya hanya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan
terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh
sebagian ahli hikmah, bahwa: "Bersabar dalam menahan pandangan mata
(bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan
yang ditimbulkannya".
Pandangan yang dilepaskan begitu
saja dapat menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa
dipanas-panasi. Pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak
panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak
panah itu benar-benar mengena di hati orang yang memandang. Padahal, satu
pandangan yang dilarang itu dapat melukai hati dan dengan pandangan yang baru
berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama. Namu ternyata derita yang
ditimbulkan oleh luka-luka itu tak bisa mencegahnya untuk kembali terus-menerus
melakukannya.
2.
Al-Khatharat (Pikiran
yang melintas di benak)
Adapun "Al-Khatharat" (pikiran
yang melintas di benak) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat
dimulainya aktifitas yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya
keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah menjadi tekad yang
bulat. Maka, barang siapa yang mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang
melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan
nafsunya. Namun orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran-pikirannya, maka
hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barang siapa yang menganggap
remeh pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan, akan
menyeretnya pada kebinasaan. Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak
dan di dalam hatinya, sehingga akhirnya akan menjadi angan-angan tanpa makna
(palsu).
Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari ketidakmampuan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya berangan-angan disebabkan karena dia tidak berhasil mendapatkan realita yang diinginkan sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan itu ke dalam hatinya, dia akan mendekap dan memeluknya erat-erat. Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh pikirannya.
Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari ketidakmampuan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya berangan-angan disebabkan karena dia tidak berhasil mendapatkan realita yang diinginkan sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan itu ke dalam hatinya, dia akan mendekap dan memeluknya erat-erat. Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh pikirannya.
Padahal pikiran-pikiran serta ide-ide orang
yang berakal itu tidak akan keluar dari hal-hal yang paling mulia dan paling
bermanfaat, dan orientasinya hanya untuk Allah SWT dan kebahagiaan di alam
akhirat nanti.
3.
Al-Lafazhat
(Kata-kata atau Ucapan)
Adapun
tentang Al-Lafazhat (kata-kata atau ucapan), maka menjaga hal yang satu ini
adalah dengan cara mencegah keluarnya ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak
bernilai dari lidah. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang
diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah
keagamaannya. Bila ingin bebicara, hendaklah seseorang melihat dulu apakah ada manfaat
dan keuntungannya atau tidak? Bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya
untuk berbicara. Dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi
apakah ada kata-kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut?
Bila memang ada, dia tidak akan menyia-nyiakannya.
Sahabat
Mu'adz bin Jabar pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang amal apa yang dapat
memasukkannya ke dalam Jannah dan menjauhkannya dari api Neraka. Lalu Nabi SAW
memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amal
tersebut, setelah itu beliau bersabda : "Bagaimana kalau aku beritahu pada
kalian inti dari semua itu?" Dia berkata: "Ya, Wahai
Rasulullah". Lalu Nabi SAW memegang lidah beliau sendiri dan berkata:
"Jagalah olehmu yang satu ini". Maka Mu'adz berkata: "Adakah
kita bisa disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan?" Beliau menjawab :
"Ibumu kehilangan engkau ya Mu'adz, tidaklah yang dapat menyungkurkan
banyak manusia diatas wajah mereka (ke Neraka) kecuali hasil (ucapan) lidah-lidah
mereka?" At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan shahih".
Sungguh
mengherankan, banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan
yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum-minuman keras serta melihat
pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam
mengawasi gerak lidahnya, sampai-sampai orang yang dikenal punya pemahaman
agama, dikenal dengan kesuhudan dan ibadahnya pun, juga masih berbicara dengan
kalimat-kalimat yang mengundang kemurkaan Allah SWT tanpa dia sadari, seperti
berdusta, memfitnah, dan lain-lain.
Para
ulama salaf sebagian mereka ada yang memperhitungkan dirinya, walau hanya
sekedar mengucapkan: "Hari ini panas dan hari ini dingin". seorang
sahabat ada yang berkata pada pembantunya: "Tolong ambilkan kain untuk
kita bermain-main". Lalu dia berkata. "Astaghfirullah, aku tidak
pernah mengucapkan kata-kata kecuali aku pasti mengendalikan dan mengekangnya,
kata-kata yang tadi aku katakan keluar dari lidahku
tanpa kendali dan tanpa kekang.... "Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah memegang lidahnya dan berkata: "Inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah".
tanpa kendali dan tanpa kekang.... "Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah memegang lidahnya dan berkata: "Inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah".
Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, dan dia juga
yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri.... Seharusnya kita selalu
memperhatikan sebuah hadits Nabi dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim,
dari Abu Hurairah : "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir
bila dia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik
atau diam saja".
4.
Al-Khathawat
(Langkah Nyata Untuk sebuah Perbuatan)
Adapun
tentang Al-Khathawat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan), hal ini
bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan
kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala-Nya,
bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan
langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang
memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah yamg dilakukannya dengan cara
meniatkannya untuk Allah SWT, dengan demikian maka Insya Allah seluruh
langkahnya akan bernilai ibadah.
No comments:
Post a Comment